Minggu, 22 Mei 2011

Sejarah Music Rock Di Indonesia


Embrio kelahiran  scene musik rock underground di Indonesia sulit di lepaskan dari evolusi  rocker-rocker pioneer era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya :

• God Bless,
• Gang Pegangsaan
• Gypsy (Jakarta)
• Giant Step
• Super Kid (Bandung)
• Terncem (Solo)
• AKA/SAS (Surabaya)
• Bentoel (Malang), hingga
• Rawe Rontek (Banten).

Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan  Majalah Aktuil sejak awal era 70-an. Istilah tersebut digunakan majalah  musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi  band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih 'liar' dan 'ekstrem' untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang  dimainkan band-band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka  sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple,  Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya :

• El Pamas
• Grass Rock (Malang)
• Power Metal (Surabaya)
• Adi  Metal Rock (Solo)
• Val Halla (Medan), hingga
• Roxx (Jakarta).

Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di  Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album
ketiga  God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.
Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik  thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem  lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara  lain :

• Slayer
• Metallica
• Exodus
• Megadeth
• Kreator
• Sodom
• Anthrax
• Sepultura.

Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta,  Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya  pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri  komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun  1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer)  ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan  Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman  Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh  Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di  sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band  baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock  atau metal. Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini  antara lain :

• Roxx (Metallica & Anthrax)
• Sucker Head (Kreator &  Sepultura)
• Commotion Of Resources (Exodus)
• Painfull Death
• Rotor (Kreator)
• Razzle (Guns 'n Rosses)
• Parau (DRI & MOD)
• Jenazah
• Mortus
• Alien Scream (Obituary).

Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya  banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. "Commotion Of  Resources" adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan "Parau" adalah embrio band death metal lawas "Alien Scream".
Selain itu, Oddie Vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial "Sic Mynded"  di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris  Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik "Sucker Head" saat  itu masih kurang ekstrem baginya.

Semangat yang dibawa para  pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi 'sekolah lama'. Bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya "Roxx" yang  beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka“Rock Bergema”.
Ini  terjadi karena mereka adalah salah satu finalis "Festival Rock  Se-Indonesia ke-V".
Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi  yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa  diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio  Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang  paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama  "Rock n' Rhythm" yang mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB.

Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta  bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas  berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid  Citra Musik dan Majalah Vista.
Selain hang out di Pid Pub tiap  akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran  Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa  selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak  metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan  sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang  merupakan vokalis "Getah" dan juga mantan vokalis "Rotor".

Tak  seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan  lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan  paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band-band rock/metal  lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala  (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik  kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut.  Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah

• Pamsos (SMA 6 Bulungan),
• PL Fair (SMA Pangudi Luhur),
• Kresikars (SMA 82),
• Acara  musik kampus Universitas
• Nasional (Pejaten),
• Universitas Gunadarma,
• Universitas Indonesia (Depok),
• Unika Atmajaya Jakarta,
• Institut  Teknologi Indonesia (Serpong), hingga
• Universitas Jayabaya (Pulomas).

Berkonsernya  dua supergrup metal internasional di Indonesia, Sepultura (1992) dan  Metallica (1993) memberi kontribusi cukup besar bagi perkembangan  band-band metal sejenis di Indonesia. Tak berapa lama setelah Sepultura  sukses “membakar” Jakarta dan Surabaya, band speed metal Roxx merilis album debut self-titled mereka di bawah label Blackboard. Album kaset  ini kelak menjadi salah satu album speed metal klasik Indonesia era  90-an. Hal yang sama dialami pula oleh Rotor.

Sukses membuka konser  fenomenal Metallica selama dua hari berturut-turut di Stadion Lebak  Bulus, Rotor lantas merilis album thrash metal major labelnya yang  pertama di Indonesia, Behind The 8th Ball (AIRO). Bermodalkan  rekomendasi dari manajer tur Metallica dan honor 30 juta rupiah hasil  dua kali membuka konser Metallica, para personel Rotor (minus drummer  Bakkar Bufthaim) lantas eksodus ke negeri Paman Sam untuk mengadu nasib.  Sucker Head sendiri tercatat paling telat dalam merilis album debut  dibanding band seangkatan mereka lainnya. Setelah dikontrak major label lokal, Aquarius
Musikindo, baru di awal 1995 mereka merilis  album `The Head Sucker’. Hingga kini Sucker Head tercatat sudah merilis  empat buah album.

Dari sedemikian panjangnya perjalanan rock  underground di tanah air, mungkin baru di paruh pertama dekade 90-anlah  mulai banyak terbentuk scene-scene underground dalam arti sebenarnya di  Indonesia. Di Jakarta sendiri konsolidasi scene metal secara masif  berpusat di Blok M sekitar awal 1995. Kala itu sebagian anak-anak metal  sering terlihat nongkrong di lantai 6 game center Blok M Plaza dan di  sebuah resto waralaba terkenal di sana. Aktifitas mereka selain hang  out adalah bertukar informasi tentang band-band lokal daninternasional,  barter CD, jual-beli t-shirt metal hingga merencanakan pengorganisiran  konser. Sebagian lagi yang lainnya memilih hang out di basement Blok  Mall yang kebetulan letaknya berada di bawah tanah.

Pada era ini  hype musik metal yang masif digandrungi adalah subgenre yang makin  ekstrem yaitu death metal, brutal death metal, grindcore, black metal  hingga gothic/doom metal. Beberapa band yang makin mengkilap namanya di  era ini adalah :

• Grausig
• Trauma
• Aaarghhh
• Tengkorak
• Delirium Tremens
• Corporation of Bleeding
• Adaptor
• Betrayer
• Sadistis
• Godzilla and ETC.

Band grindcore "Tengkorak" pada tahun 1996 malah tercatat  sebagai band yang pertama kali merilis mini album secara independen di  Jakarta dengan judul "It's A Proud To Vomit Him". Album ini direkam  secara profesional di Studio Triple M, Jakarta dengan sound engineer  Harry Widodo (sebelumnya pernah menangani album Roxx, Rotor, Koil,  Puppen dan PAS).

Tahun 1996 juga sempat mencatat kelahiran fanzine musik underground pertama di Jakarta, Brainwashed zine. Edisi  pertama Brainwashed terbit 24 halaman dengan menampilkan cover Grausig  dan profil band Trauma, Betrayer serta Delirium Tremens. Di ketik di komputer berbasis system operasi Windows 3.1 dan lay-out cut and paste tradisional, Brainwashed kemudian diperbanyak 100 eksemplar dengan mesin  foto kopi milik saudara penulis sendiri. Di edisi-edisi berikutnya  Brainwashed mengulas pula band-band hardcore, punk bahkan ska. Setelah  terbit fotokopian hingga empat edisi, di tahun 1997 Brainwashed sempat  dicetak ala majalah profesional dengan cover penuh warna.

Hingga  tahun 1999 Brainwashed hanya kuat terbit hingga tujuh edisi, sebelum  akhirnya di tahun 2000 penulis menggagas format e-zine di internet  (www.bisik.com). Media-media serupa yang selanjutnya lebih konsisten  terbit di Jakarta antara lain :

• Morbid Noise zine
• Gerilya zine
• Rottrevore zine
• Cosmic zine, and ETC.

Tanggal 29 September 1996 menandakan dimulainya sebuah era baru bagi perkembangan rock  underground di Jakarta. Tepat pada hari itulah digelar acara musik indie  untuk pertama kalinya di Poster Café. Acara bernama "Underground  Session" ini digelar tiap dua minggu sekali pada malam hari kerja. Café  legendaris yang dimiliki rocker gaek
Ahmad Albar ini banyak  melahirkan dan membesarkan scene musik indie baru yang memainkan genre  musik berbeda dan lebih variatif. Lahirnya scene Brit/indie pop, ledakan  musik ska yang fenomenal era 1997 – 2000 sampai tawuran massal  bersejarah antara sebagian kecil massa Jakarta dengan Bandung terjadi  juga di tempat ini.

• Getah
• Brain The Machine
• Stepforward
• Dead Pits
• Bloody Gore
• Straight Answer
• Frontside
• RU Sucks
• Fudge
• Jun Fan Gung Foo
• Be Quiet
• Bandempo
• Kindergarten
• RGB
• Burning Inside
• Sixtols
• Looserz
• HIV
• Planet Bumi
• Rumahsakit
• Fable
• Jepit Rambut
• Naif
• Toilet Sounds
• Agus Sasongko, dan
• FSOP

Sederet nama band di atas adalah sebagian kecil band-band yang 'kenyang' manggung di sana. 10 Maret 1999 adalah hari kematian  scene Poster Café untuk selama- lamanya. Pada hari itu untuk terakhir  kalinya diadakan acara musik di sana (Subnormal Revolution) yang  berujung kerusuhan besar antara massa punk dengan warga sekitar hingga berdampak hancurnya beberapa mobil dan unjuk giginya aparat kepolisian  dalam membubarkan massa. Bubarnya Poster Café diluar dugaan malah banyak  melahirkan venue- venue alternatif bagi masing-masing scene musik  indie. Café Kupu- Kupu di Bulungan sering digunakan scene musik ska, 

Pondok Indah Waterpark, GM 2000 café dan Café Gueni di Cikini untuk  scene Brit/indie pop, Parkit De Javu Club di Menteng untuk gigs  punk/hardcore dan juga indie pop. Belakangan BB's Bar yang super- sempit  di Menteng sering disewa untuk acara garage rock-new wave-mellow punk  juga rock yang kini sedang hot, seperti :

• The Upstairs
• Seringai
• The Brandals
• C'mon Lennon
• Killed By Butterfly
• Sajama Cut
• Devotion, and many more..

Di antara semuanya, mungkin yang paling 'netral' dan digunakan lintas-scene cuma Nirvana Café yang terletak di basement Hotel  Maharadja, Jakarta Selatan. Di tempat ini pulalah, 13 Januari 2002  silam,
Puppen 'menghabisi riwayat' mereka dalam sebuah konser bersejarah  yang berjudul,
“Puppen : Last Show Ever”.
Sebuah rentetan show akhir band Bandung ini sebelum membubarkan diri.



► Scene Punk / Hardcore / Brit / Indie Pop :

Invasi  musik grunge/alternative dan dirilisnya album Kiss This dari Sex  Pistols pada tahun 1992 ternyata cukup menjadi trigger yang ampuh dalam melahirkan
band-band baru yang tidak memainkan musik metal. Misalnya saja band Pestol Aer dari komunitas Young Offender yang diawal kiprahnya sering meng-cover lagu-lagu Sex Pistols lengkap dengan dress-up punk  dan haircut mohawknya.

Uniknya, pada perjalanan selanjutnya, sekitar  tahun 1994, Pestol Aer kemudian mengubah arah musik mereka menjadi band  yang mengusung genre british/indie pop ala The Stone Roses. Konon,  peristiwa historik ini kemudian menjadi momen yang cukup signifikan  bagi perkembangan scene british/indie pop di Jakarta. Sebelum bubar, di  pertengahan 1997 mereka sempat merilis album debut bertitel 'Jang  Doeloe'. Generasi awal dari scene brit pop ini antara lain adalah band :

• Rumahsakit
• Wondergel
• Planet Bumi
• Orange
• Jellyfish
• Jepit Rambut
• Room-V
• Parklife, hingga..
• Death Goes To The Disco.

Pestol Aer  memang bukan band punk pertama, ibukota ini di tahun 1989 sempat  melahirkan band punk/hardcore pionir Antiseptic yang kerap memainkan  nomor-nomor milik Black Flag, The Misfits, DRI sampai Sex Pistols. Lukman (Waiting Room/The Superglad) dan Robin (Sucker Head/Noxa) adalah  alumnus band ini juga. Selain sering manggung di Jakarta, Antiseptic  juga sempat manggung dirockfest legendaris Bandung. Hullabaloo II pada  akhir 1994. Album debut Antiseptic sendiri yang bertitel 'Finally' baru  rilis delapan tahun kemudian (1997) secara Resmi. Dan Di D.I.Y. Ada juga band  alternatif seperti Ocean yang memainkan musik ala Jane,s Addiction dan lainnya, sayangnya mereka tidak sempat merilis rekaman.

Selain  itu, di awal 1990, Jakarta juga mencetak band punk rock The Idiots yang  awalnya sering manggung meng-cover lagu-lagu The Exploited. Nggak jauh  berbeda dengan Antiseptic, baru sembilan tahun kemudian The Idiots  merilis album debut mereka yang bertitel 'Living Comfort In Anarchy' via  label indie Movement Records. Komunitas-komunitas punk/hardcore  juga menjamur di Jakarta pada era 90-an tersebut.
Selain komunitas Young  Offender tadi, ada pula komunitas South Sex (SS) di kawasan Radio  Dalam, Subnormal di Kelapa Gading, Semi-People di Duren Sawit,  Brotherhood di Slipi, Locos di Blok M hingga SID Gank di Rawamangun.

Sementara  rilisan klasik dari scene punk/hardcore Jakarta adalah album kompilasi  Walk Together, Rock Together (Locos Enterprise) yang rilis awal 1997 dan memuat singel antara lain dari band :

• Youth Against Fascism
• Anti Septic
• Straight Answer
• Dirty Edge dan sebagainya.

Album kompilasi  punk/hardcore klasik lainnya adalah Still One, Still Proud (Movement  Records) yang berisikan singel dari Sexy Pig, The Idiots, Cryptical  Death hingga Out Of Control.



► Scene Jogjakarta

Kota pelajar  adalah julukan formalnya, tapi siapa sangka kalau kota ini ternyata juga  menjadi salah satu scene rock underground terkuat di Indonesia? Well,  mari kita telusuri sedikit sejarahnya. Komunitas metal underground  Jogjakarta salah satunya adalah Jogja Corpsegrinder. Komunitas ini  sempat menerbitkan fanzine metal Human Waste, majalah Megaton dan  menggelar acara metal legendaris di sana, Jogja Brebeg. Hingga kini  acara tersebut sudah terselenggara sepuluh kali! Band-band metal  underground lawas dari kota ini antara lain :

• Death Vomit
• Mortal Scream
• Impurity
• Brutal Corpse
• Mystis
• Ruction.

Untuk scene  punk/hardcore/industrial-nya yang bangkit sekitar awal 1997 tersebutlah nama :

• Sabotage
• Something Wrong
• Noise For Violence
• Black Boots
• DOM 65
• Teknoshit, hingga yang paling terkini yaitu,
• Endank Soekamti.

Sedangkan untuk  scene indie rock/pop, beberapa nama yang patut di high light adalah Seek Six Sick, Bangkutaman, Strawberry's Pop sampai The Monophones. Selain  itu, band ska paling keren yang pernah terlahir di Indonesia, Shaggy  Dog, juga berasal dari kota ini. Shaggy Dog yang kini dikontrak EMI  belakangan malah sedang asyik menggelar tur konser keliling Eropa selama  3 bulan! Kota gudeg ini tercatat juga pernah menggelar Parkinsound,  sebuah festival musik elektronik yang pertama di Indonesia.
Parkinsound  #3 yang diselenggarakan tanggal 6 Juli 2001 silam di antaranya menampilkan :

• Garden Of The Blind
• Mock Me Not
• Teknoshit
• Fucktory
• Melancholic Bitch, hingga
• Mesin Jahat.



► Scene Malang

Kota berhawa dingin yang ditempuh sekitar tiga jam perjalanan dari Surabaya ini  ternyata memiliki scene rock underground yang “panas” sejak awal dekade  90-an. Tersebutlah nama Total Suffer Community (T.S.C) yang menjadi motor  penggerak bagi kebangkitan komunitas rock underground di Malang sejak  awal 1995. Anggota komunitas ini terdiri dari berbagai macam musisi  lintas-scene, namun dominasinya tetap saja anak-anak metal. Konser  rock underground yang pertama kali digelar di kota Malang diorganisir pula oleh komunitas ini. Acara bertajuk Parade Musik Underground  tersebut digelar di Gedung Sasana Asih YPAC pada tanggal 28 Juli 1996  dengan menampilkan band-band lokal Malang seperti :

• Bangkai (grindcore)
• Ritual Orchestra (black metal)
• Sekarat (death metal)
• Knuckle Head  (punk/hc)
• Grindpeace (industrial death metal)
• No Man's Land (punk),
• The Babies (punk)

Dan juga band-band asal Surabaya, seperti :

• Slowdeath (grindcore) dan
• The Sinners (punk).

Beberapa band Malang  lainnya yang patut di beri kredit antara lain :

• Keramat
• Perish
• Genital Giblets
• Santhet, dan tentunya
• Rotten Corpse.

Band yang terakhir disebut  malah menjadi pelopor style brutal death metal di Indonesia. Album debut  mereka yang bertitel “Maggot Sickness” saat itu menggemparkan scene  metal di Jakarta, Bandung, Jogjakarta dan Bali karena komposisinya yang  solid dan kualitas rekamannya yang top notch. Belakangan band ini pecah  menjadi dua dan salah satu gitaris sekaligus pendirinya, Adyth, hijrah  ke Bandung dan membentuk Disinfected. Di kota inilah lahir untuk kedua  kalinya fanzine musik di Indonesia. Namanya Mindblast zine yang diterbitkan  oleh dua orang scenester, Afril dan Samack pada akhir 1995.

Afril  sendiri merupakan eks-vokalis band Grindpeace yang kini eksis di band  crust-grind gawat, Extreme Decay. Sementara indie label pionir yang  hingga kini masih bertahan serta tetap produktif merilis album di Malang  adalah Confused Records.



► Bandung  scene

Di Bandung sekitar awal 1994 terdapat studio musik legendaris yang menjadi cikal bakal scene rock underground di sana.  Namanya Studio Reverse yang terletak di daerah Sukasenang. Pembentukan  studio ini digagas oleh Richard Mutter (saat itu drummer PAS) dan Helvi.  Ketika semakin berkembang Reverse lantas melebarkan sayap bisnisnya dengan membuka distro (akronim dari distribution) yang menjual CD,  kaset, poster, t-shirt, serta berbagai aksesoris import lainnya. Selain  distro, Richard juga sempat membentuk label independen 40.1.24 yang  rilisan pertamanya di tahun 1997 adalah kompilasi CD yang bertitel  “Masaindahbangetsekalipisan.”
Band-band indie yang ikut serta di  kompilasi ini antara lain adalah :

• Burger Kill
• Puppen
• Papi
• Rotten To The Core
• Full of Hate, dan
• Waiting Room, sebagai satu- satunya band asal  Jakarta.

Band-band yang sempat dibesarkan oleh komunitas Reverse  ini antara lain PAS dan Puppen. PAS sendiri di tahun 1993 menorehkan  sejarah sebagai band Indonesia yang pertama kali merilis album secara  independen. Mini album mereka yang bertitel “Four Through The S.A.P”ludes terjual 5000 kaset dalam waktu yang cukup singkat. Mastermind yang  melahirkan ide merilis album PAS secara independen tersebut adalah  (alm) Samuel Marudut. Ia adalah Music Director Radio GMR, sebuah stasiun  radio rock pertama di Indonesia yang kerap memutar demo-demo rekaman  band-band rock amatir asal Bandung, Jakarta dan sekitarnya.

Tragisnya,  di awal 1995 Marudut ditemukan tewas tak bernyawa di kediaman Krisna  Sucker Head di Jakarta. Yang mengejutkan, kematiannya ini, menurut  Krisna, diiringi lagu The End dari album Best of The Doors yang  diputarnya pada tape di kamar Krisna. Sementara itu Puppen yang dibentuk  pada tahun 1992 adalah salah satu pionir hardcore lokal yang hingga  akhir hayatnya di tahun 2002 sempat merilis tiga album yaitu, Not A Pup  E.P. (1995), MK II (1998) dan Puppen s/t (2000). Kemudian menyusul Pure  Saturday dengan albumnya yang self-titled. Album ini kemudian dibantu  promosinya oleh Majalah Hai. Kubik juga mengalami hal yang sama, dengan  cara bonus kaset 3 lagu sebelum rilis albumnya.

Agak ke timur,  masih di Bandung juga, kita akan menemukan sebuah komunitas yang menjadi  episentrum underground metal di sana, komunitas Ujung Berung. Dulunya  di daerah ini sempat berdiri Studio Palapa yang banyak berjasa  membesarkan band-band underground cadas macam :

• Jasad
• Forgotten
• Sacrilegious
• Sonic Torment
• Morbus Corpse
• Tympanic Membrane
• Infamy
• Burger Kill, dan sebagainya.

Di sinilah kemudian pada awal 1995 terbit  fanzine musik pertama di Indonesia yang bernama Revograms Zine.  Editornya Dinan, adalah vokalis band Sonic Torment yang memiliki single  unik berjudul “Golok Berbicara”. Revograms Zine tercatat sempat tiga  kali terbit dan kesemua materi isinya membahas band-band metal/hardcore  lokal maupun internasional.

Kemudian taklama kemudian fanzine  indie seperti Swirl, Tigabelas, Membakar Batas dan yang lainnya ikut  meramaikan media indie. Ripple dan Trolley muncul sebagai majalah yang  membahas kecenderungan subkultur Bandung dan juga life style-nya. Trolley  bangkrut tahun 2002, sementara Ripple berubah dari pocket magazine ke  format majalah standar. Sementara fanzine yang umumnya fotokopian hingga  kini masih terus eksis. Serunya di Bandung tak hanya musik ekstrim yang  maju tapi juga scene indie popnya.
Sejak Pure Saturday muncul, berbagai  band indie pop atau alternatif seperti :

• Cherry Bombshell
• Sieve
• Nasi Putih, hingga yang terkini seperti
• The Milo
• Mocca
• Homogenic.

Begitu  pula scene ska yang sebenarnya sudah ada jauh sebelum trend ska besar. Band seperti :

• Noin Bullet
• Dan, Agent Skins

Sudah lama mengusung genre  musik ini. Siapapun yang pernah menyaksikan konser rock underground di Bandung  pasti takkan melupakan GOR Saparua yang terkenal hingga ke berbagai  pelosok tanah air. Bagi band-band indie, venue ini laksana gedung  keramat yang penuh daya magis. Band luar Bandung manapun kalau belum di 'baptis' di sini belum afdhal rasanya. Artefak subkultur bawah tanah  Bandung paling legendaris ini adalah saksi bisu digelarnya beberapa rock  show fenomenal seperti Hullabaloo, Bandung Berisik hingga Bandung  Underground. Jumlah penonton setiap acara-acara di atas tergolong  spektakuler, antara 5000 – 7000 penonton!

Tiket masuknya saja sampai  diperjualbelikan dengan harga fantastis segala oleh para calo. Mungkin  ini merupakan rekor tersendiri yang belum terpecahkan hingga saat ini di  Indonesia untuk ukuran rock show underground. Sempat dijuluki  sebagai barometer rock underground di Indonesia, Bandung memang  merupakan kota yang menawarkan sejuta gagasan-gagasan cerdas bagi  kemajuan scene nasional. Booming distro yang melanda seluruh Indonesia  saat ini juga dipelopori oleh kota ini. Keberhasilan menjual album indie  hingga puluhan ribu keping yang dialami band Mocca juga berawal dari  kota ini.

Bahkan Burger Kill, band hardcore Indonesia yang pertama kali  teken kontrak dengan major label, Sony Music Indonesia, juga dibesarkan  di kota ini. Belum lagi majalah Trolley (RIP) dan Ripple yang seakan  menjadi reinkarnasi Aktuil di jaman sekarang, tetap loyal memberikan  porsi terbesar liputannya bagi band-band indie lokal keren macam :

• Koil
• Kubik
• Balcony
• The Bahamas
• Blind To See
• Rocket Rockers
• The Milo
• Teenage Death Star
• Komunal, hingga
• The S.I.G.I.T.

Menoba cek webzine di Bandung, Death Rock Star (www.deathrockstar.tk) untuk membuktikannya.  Asli, kota yang satu ini memang nggak ada matinya!



► Scene Surabaya

Scene  underground rock di Surabaya bermula dengan semakin tumbuh-berkembangnya band-band independen beraliran death metal/grindcore sekitar  pertengahan tahun 1995. Sejarah terbentuknya berawal dari event Surabaya  Expo (semacam Jakarta Fair di DKI - Red) dimana band- band underground  metal seperti :

• Slowdeath
• Torture
• Dry
• Venduzor
• Bushido

Manggung di sebuah acara musik di event tersebut.
Setelah event itu  masing-masing band tersebut kemudian sepakat untuk mendirikan sebuah  organisasi yang bernama Independen. Base camp dari organisasi yang  tujuan dibentuknya sebagai wadah pemersatu serta sarana sosialisasi  informasi antar musisi/band underground metal ini waktu itu dipusatkan  di daerah Ngagel Mulyo atau tepatnya di studio milik band Retri Beauty  (band death metal dengan semua personelnya cewek, kini RIP - Red). 

Anggota dari organisasi yang merupakan cikal bakal terbentuknya scene  underground metal di Surabaya ini memang sengaja dibatasi hanya sekitar  7-10 band saja. Rencana pertama Independen waktu itu adalah  menggelar konser underground rock di Taman Remaja, namun rencana ini  ternyata gagal karena kesibukan melakukan konsolidasi di dalam scene.  Setelah semakin jelas dan mulai berkembangnya scene underground metal di  Surabaya pada akhir bulan Desember 1997 organisasi Independen resmi  dibubarkan. Upaya ini dilakukan demi memperluas jaringan agar semakin  tidak tersekat-sekat atau menjadi terkotak-kotak komunitasnya.

Pada  masa-masa terakhir sebelum bubarnya organisasi Independen, divisi  record label mereka tercatat sempat merilis beberapa buah album milik  band-band death metal/grindcore Surabaya. Misalnya debut album milik :

• Slowdeath >> "From Mindless Enthusiasm to Sordid Self-Destruction" (September 96).
• Dry >> "Under The  Veil of Religion" (97).
• Brutal Torture >> "Carnal Abuse".
• Wafat >> "Cemetery  of Celerage".
• Fear Inside >> "Mindestruction".

Tahun-tahun berikutnya barulah underground metal di  Surabaya dibanjiri oleh rilisan-rilisan album milik :

• Growl
• Thandus
• Holy Terror
• Kendath, hingga
• Pejah.

Sebagai ganti Independen kemudian  dibentuklah Surabaya Underground Society (S.U.S) tepat di malam tahun  baru 1997 di kampus Universitas 45, saat diselenggarakannya event AMUK  I. Saat itu di Surabaya juga telah banyak bermunculan band-band baru  dengan aliran musik black metal. Salah satu band death metal lama yaitu,  Dry kemudian berpindah konsep musik seiring dengan derasnya pengaruh  musik black metal di Surabaya kala itu.

Hanya bertahan kurang  lebih beberapa bulan saja, S.U.S di tahun yang sama dilanda perpecahan  di dalamnya. Band-band yang beraliran black metal kemudian berpisah  untuk membentuk sebuah wadah baru bernama ARMY OF DARKNESS yang memiliki  basis lokasi di daerah Karang Rejo. Berbeda dengan black metal,  band-band death metal selanjutnya memutuskan tidak ikut membentuk  organisasi baru. Selanjutnya di bulan September 1997 digelar event AMUK  II di IKIP Surabaya. Event ini kemudian mencatat sejarah sendiri sebagai  event paling sukses di Surabaya kala itu. 25 band death metal dan black  metal tampil sejak pagi hingga sore hari dan ditonton oleh kurang lebih  800 – 1000 orang. Arwah, band black metal asal Bekasi juga turut tampil  di even tersebut sebagai band undangan.

Scene ekstrem metal di  Surabaya pada masa itu lebih banyak didominasi oleh band-band black  metal dibandingkan band death metal/grindcore. Mereka juga lebih intens  dalam menggelar event-event musik black metal karena banyaknya jumlah  band black metal yang muncul. Tercatat kemudian event black metal yang  sukses digelar di Surabaya seperti ARMY OF DARKNESS I dan II.

Tepat  tanggal 1 Juni 1997 dibentuklah komunitas underground INFERNO 178 yang  markasnya terletak di daerah Dharma Husada (Jl. Prof. DR. Moestopo,Red).  Di tempat yang agak mirip dengan rumah-toko (Ruko) ini tercatat ada  beberapa divisi usaha yaitu, distro, studio musik, indie label, fanzine,
warnet dan event organizer untuk acara-acara underground di Surabaya.  Event-event yang pernah di gelar oleh INFERNO 178 antara lain adalah,  STOP THE MADNESS, TEGANGAN TINGGI I & II hingga BLUEKHUTUQ LIVE.

Band-band  underground rock yang kini bernaung di bawah bendera INFERNO 178 antara lain :

• Slowdeath
• The Sinners
• Severe Carnage
• System Sucks
• Freecell
• Bluekuthuq, dan sebagainya.

Fanzine metal asal komunitas INFERNO 178,  Surabaya bernama POST MANGLED pertama kali terbit kala itu di event  TEGANGAN TINGGI I di kampus Unair dengan tampilnya band-band punk rock  dan metal. Acara ini tergolong kurang sukses karena pada waktu yang  bersamaan juga digelar sebuah event black metal. Sayangnya, hal ini juga  diikuti dengan mandegnya proses penggarapan POST MANGLED Zine yang  tidak kunjung mengeluarkan edisinya yang terbaru hingga kini.

Maka,  untuk mengantisipasi terjadinya stagnansi atau kesenjangan informasi di  dalam scene, lahirlah kemudian GARIS KERAS Newsletter yang terbit  pertama kali bulan Februari 1999. Newsletter dengan format fotokopian  yang memiliki jumlah 4 halaman itu banyak mengulas berbagai aktivitas  musik underground metal, punk hingga HC tak hanya di Surabaya saja  tetapi lebih luas lagi. Respon positif pun menurut mereka lebih banyak  datang justeru dari luar kota Surabaya itu sendiri. Entah mengapa,  menurut mereka publik underground rock di Surabaya kurang apresiatif dan  minim dukungannya terhadap publikasi independen macam fanzine atau  newsletter tersebut. Hingga akhir hayatnya GARIS KERAS Newsletter telah  menerbitkan edisinya hingga ke- 12.

Divisi indie label dari  INFERNO 178 paling tidak hingga sekitar 10 rilisan album masih tetap  menggunakan nama Independen sebagai nama label mereka. Baru memasuki  tahun 2000 yang lalu label INFERNO 178 Productions resmi memproduksi  album band punk tertua di Surabaya, The Sinners yang berjudul “Ajang  Kebencian”. Selanjutnya label
INFERNO 178 ini akan lebih  berkonsentrasi untuk merilis produk- produk berkategori non-metal.  Sedangkan untuk label khusus death metal/brutal death/grindcore  dibentuklah kemudian Bloody Pigs Records oleh Samir (kini gitaris  TENGKORAK) dengan album kedua Slowdeath yang bertitel "Propaganda" sebagai proyek pertamanya yang dibarengi pula dengan menggelar konser  promo tunggal Slowdeath di Café Flower sekitar bulan September 2000 lalu  yang dihadiri oleh 150- an penonton. Album ini sempat mencatat sold out  walau masih dalam jumlah terbatas saja. Ludes 200 keping tanpa sisa.



► Scene  Bali

Berbicara scene underground di Bali kembali kita akan  menemukan komunitas metal sebagai pelopornya. Penggerak awalnya adalah  komunitas 1921 Bali Corpsegrinder di Denpasar. Ikut eksis di dalamnya  antara lain, Dede Suhita, Putra Pande, Age Grindcorner dan Sabdo Moelyo.  Dede adalah editor majalah metal Megaton yang terbit di
Jogjakarta,  Putra Pande adalah salah satu pionir webzine metal Indonesia Corpsegrinder (kini Anorexia Orgasm) sejak 1998.

Age adalah pengusaha distro yang  pertama di Bali dan Moel adalah gitaris/vokalis band death metal etnik,  Eternal Madness yang aktif menggelar konser underground di sana. Nama  1921 sebenarnya diambil dari durasi siaran program musik metal mingguan di Radio Cassanova, Bali yang berlangsung dari pukul 19.00 hingga  21.00 WITA .

Awal 1996 komunitas ini pecah dan masing-masing  individunya jalan sendiri-sendiri. Moel bersama EM Enterprise pada tanggal 20 Oktober 1996 menggelar konser underground besar pertama di  Bali bernama Total Uyut di GOR Ngurah Rai, Denpasar. Band-band Bali yang  tampil diantaranya :

• Eternal Madness
• Superman Is Dead
• Pokoke
• Lithium
• Triple Punk
• Phobia
• Asmodius, hingga
• Death Chorus.

Sementara band- band  luar Balinya adalah :

• Grausig
• Betrayer (Jakarta)
• Jasad
• Dajjal
• Sacrilegious
• Total Riot (Bandung), dan
• Death Vomit (Jogjakarta).

Konser  ini sukses menyedot sekitar 2000 orang penonton dan hingga sekarang  menjadi festival rock underground tahunan di sana. Salah satu alumni  Total Uyut yang sekarang sukses besar ke seantero nusantara adalah band  punk asal Kuta, Superman Is Dead. Mereka malah menjadi band punk pertama  di Indonesia yang dikontrak 6 album oleh Sony Music Indonesia.  Band-band indie Bali masa kini yang stand out di antaranya adalah :

• Navicula
• Postmen
• The Brews
• Telephone
• Blod Shot Eyes

Dan tentu saja Eternal Madness yang tengah bersiap merilis album ke tiga mereka  dalam waktu dekat.

Memasuki era 2000-an scene indie Bali semakin  menggeliat. Kesuksesan S.I.D memberi inspirasi bagi band-band Bali  lainnya untuk berusaha lebih keras lagi, toh S.I.D secara konkret sudah  membuktikan kalau band 'putera daerah' pun sanggup menaklukan kejamnya  industri musik ibukota. Untuk mendukung band-band Bali, drummer S.I.D,  Jerinx dan beberapa kawannya kemudian membuka The Maximmum Rock N' Roll Monarchy (The Max), sebuah pub musik yang berada di jalan Poppies, Kuta.  Seringkali diadakan acara rock reguler di tempat ini.



► Indie Indonesia Era 2000-an

Bagaimana  pergerakan scene musik independen Indonesia era 2000-an? Kehadiran  teknologi internet dan e-mail jelas memberikan kontribusi besar bagi  perkembangan scene ini. Akses informasi dan komunikasi yang terbuka  lebar membuat jaringan (networking) antar komunitas ini semakin luas di  Indonesia. Band-band dan komunitas-komunitas baru banyak bermunculan  dengan menawarkan style musik yang lebih beragam. Trend indie label  berlomba-lomba merilis album band-band lokal juga menggembirakan,  minimal ini adalah upaya pendokumentasian sejarah yang berguna puluhan  tahun ke depan.

Yang menarik sekarang adalah dominasi penggunaan  idiom 'indie' dan bukan underground untuk mendefinisikan sebuah scene  musik non- mainstream lokal. Sempat terjadi polemik dan perdebatan  klasikmengenai istilah 'indie atau underground' ini di tanah air.
Sebagian orang memandang istilah 'Underground' semakin biasa karena kenyataannya kian hari semakin banyak band-band underground yang  'sell-out', entah itu dikontrak major label, mengubah style musik demi  kepentingan bisnis atau laris manis menjual album hingga puluhan ribu  keping.

Sementara sebagian lagi lebih senang menggunakan idiom indie  karena lebih 'elastis' dan misalnya, lebih friendly bagi band-band yang memang tidak memainkan style musik ekstrem. Walaupun terkesan lebih kompromis, istilah indie ini belakangan juga semakin sering digunakan  oleh media massa nasional, jauh meninggalkan istilah ortodoks 'Underground' itu tadi.

Ditengah serunya perdebatan  indie/underground, major label atau indie label, ratusan band baru  terlahir, puluhan indie label ramai- ramai merilis album, ribuan  distro/clothing shop dibuka di seluruh Indonesia. Infrastruktur scene musik non-mainstream ini pun kian established dari hari ke hari. Mereka  seakan tidak peduli lagi dengan polarisasi indie-major label yang makin  tidak substansial. Bermain musik sebebas mungkin sembari  bersenang-senang lebih menjadi 'panglima' sekarang ini.



        …And  history is still in the making here…..





☻ (Doc. Of BerbagaiSumber.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar